Salah Titik Nol, Aceh atau Barus
Sumber gambar : http://situsbudaya.id
Oleh : Khairul Azmi
Sebelum Islam menyinari bumi Nusantara, mayoritas penduduk
Indonesia masih menganut agama Hindu dan Budha, kemudian barulah pada tahun ke-7
Hijriah atau sekitaran tahun ke-12 Masehi datanglah para pedagang Arab melalui jalur
laut dan singgah di sebuah tempat di pesisir pantai yang bernama Samudra Pasai.
Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara yang terletak di
pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitaran Kota Lhokseumawe dan
Aceh Utara, Provinsi Aceh. Ditempat inilah para pedagang Arab pertama kali
meyebarkan Islam di Nusantara secara damai sambil berdagang hingga Islampun tarus
berkembang, Hingga pada akhirnya raja di Samudra Pasai yang bernama Merah Silu
Memeluk Islam.
Merah Silu merupakan raja kerajaan Samudra Pasai dan raja pertama
di Asia Tenggara yang memeluk Islam, Setelah masuk Islam ia dikenal dengan nama
Malik As-Shaleh, ia merupakan raja yang bijaksana dan adil, hal ini tercermin
dari gelar yang disematkan kepadanya yaitu Malik As-Shaleh yang berarti
raja yang shaleh. Pada sekitaran abad ke-12 sampai 15 perkembangan islam di Samudra
Pasai terus berkembang dengan cepat dan tersebar ke berbagai penjuru Nusantara
bahkan ke Asia Tenggara.
Sangat banyak bukti konkret yang bisa dijadikan bukti bahwa kerajaan
Samudra Pasai merupakan kerjaan Islam pertama di Nusantara, diantaranya
terdapat peninggalan makam raja Merah Silu (Malik As-shaleh) yang makannya ini
bisa dikatakan sebagai makan raja terindah di Asia tenggara dengan Hiasan batu
Marmer yang berasal langsung dari Gujarat India dan disekeliling makamnya
dihiasi pahatan surah Yasin dan juga bertuliskan tahun wafatnya 1297 M, masih
banyak makan-makam lainnya yang usianya sudah berabad-abad silam dan masih
banyak bukti-bukti lainnya.
Oleh karenanya terbantahlah teori yang mengatakan bahwa Barus murupakan
titik nol peradaban Islam di Nusantara. Barus merupakan sebuah kecamatan di
Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara yang kini ditetapkan sebagai titik
nol peradaban Islam Nusantara oleh Presiden RI Joko Widodo pada rangkaian
Silaturahmi Nasional Jamiyah Batak Muslim Indonesia (JBMI) pada tanggal 24-25
Maret di Mandailing Natal seperti yang dikutip dari Tribunnews.com.
Menurut penurut penulis, penetapan Barus sebagai titik nol
peradaban Islam Nusantara merupakan hal yang sangat keliru, karena tidak ada
bukti konkret dan tulisan-tulisan mendukung yang mengatakan bahwa Barus merupakan
titik nol peradaban Islam Nusantara, zaman dahulu memang Barus pernah menjadi
jalur perdangan oleh para saudagar dunia. Namun, proses penyebaran Islam ke
penjuru Nusantara lainnya tidak terjadi dari Barus, Barus hanya dijadikan
sebagai tempat transit atau berdagang bagi kebanyakan saudagar dari Arab dan
India. Justru dari Samudra Pasailah Islam pertama kali disebar ke berbagai
penjuru Nusantara bahkan ke Asia Tenggara seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand
dan Filiphina.
Jika barus diremikan sebagai titik nol peradaban Islam Nusantara
maka hal ini merupakan salah satu bentuk degradasi intelektual terhadap bangsa
Indonesia, dimana fakta yang sebenarnya pelan-pelan dihilangkan,karena sampai
saat ini tidak ada berita maupun cacatan-cacatan asing yang menyebutkan ataupun
menuliskan bahwa Barus merupakan titik nol Islam di Nusantara. Persebaran islam
pertama di Nusantara jelas dimulai oleh kerjaan Samudra Pasai yang ada di Aceh.
Oleh karena itu perlu kiranya penetapan ini ditinjau ulang dan bukti bahwa Barus
merupakan titik nol peradaban islam Nusantara harus dapat dibuktikan
keabsahannya.
Peresmian Barus sebagai titik nol Islam di Nusantaran merupakan hal
yang merisaukan dunia Akademis, karena hal ini bertentangan dengan apa yang
ternukilkan di dalam buku-buku sejarah, dan sampai saat tidak ada sejarawan
ternama yang menyepakati barus sebagai titik nol Islam Nusantara. Fakta sejarah
tidak bisa ubah begitu saja, jika kita setuju penetapan ini begitu saja, maka
menurut penulis kita telah menistakan sejarah negeri ini. Memang benar, jika
dikatakan ilmu sejarah dan fakta sejarah bisa berubah seiring ditemukannya
temuan baru di lapangan, tetapi setiap perubahan sejarah yang terjadi di negeri
ini harus berlandaskan pada fakta-fakta sejarah yang absolut kebenarannya dan
perlu kira dibuat seminal Nasional maupun Internasional supaya bangsa Indonesia
mengetahuinya dan disetujui oleh semua pihak.
Sudah sepatutnya kita sebagai bangsa Indonesia khususnya orang Aceh
yang mencintai keabsahan fakta sejarah negeri ini, tidak menerima begitu saja
atas penetapan ini meski hal ini mungkin sudah dianggap biasa saja dan dilupakan kebanyakan orang. Tetapi, jika kita memang
benar-benar mencitai sejarah negeri ini, kita haru terus mencari kebenaran
sejarah dan bisa melihat yang mana fakta sejarah sebenarnya dan mana fakta
sejarah yang dibuat-buat. Jangan sampai kita dianggap sebagai bangsa yang tidak
mencintai sejarah negeri sendiri, sekali lagi penetapan Barus sebagai titik nol
peradaban Islam Nusantara merupakan hal yang keliru, hal ini hanya merupakan
kesalahan penempatan titik nol seperti judul yang penulis tuliskan.
Di akhir penutup tulisan ini penulis ingin mengutip kata-kata yang
pernah terucap dari mulut seorang pemimpin Negara Indonesia pertama yang sangat
bijaksana, disalah satu pidatonya Bung Karno pernah berkata, “Bangsa yang besar
adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri.”. Jika presiden RI kita sekarang sudah
menetapakan Barus sebagai titik nol Islam Nusantara, maka marilah kita sebagai
bangsa Indonesia khususnya orang Aceh yang mencintai kebenaran fakta sejarah
bangsa ini, marilah kita mengkampanyekan Aceh adalah titik nol Islam di Asia
Tenggara.
No comments: